MEMAHAMI
AL-QUR’AN
TENTANG
ETOS KERJA
.
A. SIKAP
KERJA KERAS
Sikap kerja keras atau yang lebih
dikenal dengan nama etos kerja untuk kerja keras adalah sikap yang mendasar
terhadap diri dan lingkungan yang terpencar dalam perilaku kehidupan. Selain
itu etos kerja dapat juga berarti sejumlah nilai-nilai yang dijadikan acuan
oleh seseorang dalam menggerakkan dirinya dalam berhadapan dengan lingkungan
sosial dimana ia berada. Dengan demikian terdapat etos kerja yang kurang
mendukung kemajuan seseorang, dan ada pula etos kerja yang mendukung kemajuan
seseorang, seperti sikap kerja keras.
Kerja didalam bahasa arab disebut
dengan kata ‘amala dan yang seakar dengan kata tersebut. Menurut penelitian
Muhammad Abdul Baqi, bahwa didalam Al-Qur’an kata-kata berarti bekerja diulang
sebanyak 412 kali dan sering kali dihubungkan dengan sifat pekerjaan itu, yakni
pekerjaan yang salih, atau amal salih, yaitu pekerjaan yang membawa kebaikan,
baik bagi pelakunya sendiri maupun bagi orang lain. Kebaikan tersebut dapat
berupaa perbaikan terap kehidupan ekonomi, kehidupan mental spiritual,
kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Atau ringkasnya, berupa pekerjaan
yang membawa kebaikan hidup didunia maupun kebahagiaan hidup di akhirat.
disebutkan masalah kerja yang demikian
banyak dalam Al-Qur’an itu menunjukkan bahwa masalah kerja sangat penting dalam
kehidupan seseorang, dan lebih khusus lagi kerja yang menghasilkan sesuatu yang
dapat mendukung perbaikan, hidup dalam segala bidang, yaitu kerja yang
menghasilkan sesuatu yang bereharga.
Allah telah memberikan alam dengan
segala isinya kepada manusia dan untuk mendapatkan manfaat dari alam itu,
manusia harus berusaha dan bekerja.
Al-Qur’an menganjurkan agar waktu
siang digunakan untuk mencari sesuatu yang diperlukan bagi kehidupan.
(Q.S.Naba, 78:11), Allah menjadikan segala yang ada dibumi ini sebagai lapangan
untuk mencari kehidupan (Q.S.Al A’raf, 7:10), Allah memerintahkan agar manusia
berterbaran dimuka bumi untuk mencari rezeki serta anugerah dari Allah SWT.
(Q.S.Al Jumuah, 62:10)
Selanjutnya dalam Hadis Nabi Muhammad
SAW dinyatakan: ”Sesungguhnya apabila seseorang diantara kamu mengambil tali
kemudian mencari kayu bakar dan kayu itu diletakkan diatas punggungnya, maka
hal itu adalah lebih baik daripada ia mendatangi seseorang yang kaya raya untuk
meminta sesuatu kepadanya, yang adakalanya ia diberi, dan adakalanya ia tidak
diberi.(H.R. Bukhari dan Muslim).
Praktek kerja keras itu telah
dilakukan oleh Rasulullah SAW dari semenjak ia kanak-kanak, hingga akhir
hayatnya. Beliau misalnya tercatat dalam sejarah sebagai orang yang bergemar
berniaga dengan penuh semangat dan kejujuran. Demikian pula para sahabat
dekatnya, seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali dikenal juga sebagai pedagang
atau pengusaha yang ulet dan jujur bahkan Umar pernah berkata: “Janganlah kamu
sekali-kali duduk termenung dan tidak suka bekerja keras mencari rezeki, dan
hanya berdo’a saja: Ya Allah, berilah hamba rezeki”.
Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa
langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas atau perak. Sahabat lainnya Ibnu
Mas’ud juga pernah berkata: “Saya ini benar-benar berkata tidak suka melihat
orang yang kerjanya santai dan pengangguran, tidak berusaha untuk kepentingan
dunia dan akhiratnya”.
B. PRODUKTIFITAS
KERJA
Yang dimaksud dengan produktifitas
kerja disini adalah suatu keadaan dimana
seseorang senantiasa meningkatkan kerjanya untuk menghasilkan sesuatu yang
lebih meningkat dari sebelumnya. Untuk ini, maka seseorang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, semangat dan kerajinannya dari hari ke
hari, agar dapat meningkatkan hasil usahanya.
Meningkatkan produktifitas kerja
serupa itu telah diperaktikan oleh Rasulullah SAW dan sebagian dari para
sahabatnya. Kita misalnya membaca riwayat seorang petani kurma yang berusaha
meningkatkan hasil panen kurmanya dengan cara mengawinkan kurma yang kurang subur
dengan kurma yang subur. Sahabat itu kemudian bertanya tentang status dari
usaha itu, kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengatakan: “Kamu lebih tahu
dalam urusan duniamu”. Jawaban Rasulullah ini menunjukkan selain tanda
setujunya dengan apa yang dilakukan oleh sahabatnya, juga terkandung, agar
sahabat itu lebih banyak lagi melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
produktifitas kerja itu.
Untuk meningkatkan produktifitas kerja
itu dapat pula dilakukan denga cara senatiasa memberikan motivasi kerja dengan
penciptaan suasana kerja yang nyaman, dukungan teknologi, dan lain sebagainya.
C. MEMACU
PERUBAHAN SOSIAL UNTUK KEMAJUAN
Sebagaimana telah disebutkan di atas,
bahwa ajaran Islam amat mendorong peningkatan produktifitas kerja dengan cara
meningkatkan berbagai hal yang diperlukan untuk itu. Semua usaha ini pada
akhirnya akan membawa kepada kemajuan dan terhindar dari keterbelakangan.
Istilah kemajuan disejajarkan pula dengan istilah modern yang ciri-cirinya
antara lain: berpikir rasional, berorientasi kemasa depan, menghargai waktu,
terbuka untuk menerima pendapat orang lain, berorientasi pada prestasi,
menjalin hubungan secara bersifat mendunia.
Menurut teori bahwa
perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial,
norma-norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi, susunan lembaga-lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi
sosial dan lain sebagainya. Namun yang terpenting dari itu semua adalah
kesediaan orang untuk menerima perubahan-perubahan tersebut yaitu perubahan
terhadap apa yang ada dalalm diri seseorang.
No comments:
Post a Comment