Hetalia: Axis Powers - Liechtenstein

Friday, 9 December 2016

HUKUM ACARA PERDATA



BAB 23
HUKUM ACARA PERDATA
PENGANTAR
            Prof. Wiryono Prodjodikoro berpendapat bahwa Hukum Acara Perdata merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan serta cara Pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
            Secara umum, asas-asas Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut:
    1.         Sederhana, cepat, dan murah.
    2.         Praduga tidak bersalah.
    3.         Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
    4.         Semua orang diperlakukan sama di depan hakim.
    5.         Hakim bersifat pasif. Pihak-pihak yang berpekaralah yang menentukan lingkup (luas/sempitnya) pokok sengketa. Hakim berupaya mengatasi rintangan yang menghambat penyelesaian sengketa.
    6.         Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut ata mengabulkan lebih dari yang dituntut.
    7.         Hakim mencari kebenaran formeel. Ini yang membedakan dengan kebenaran dalam Hukum Acara Pidana di mana hakim diharapkan mencari kebenaran yang hakiki (materiele waarheid); dalam ungkapan bahasa Inggris, the truth, the whole truth, and nothing but the truth.


PENGGUGAT, TERGUGAT, DAN KUASA/WAKIL
            Dalam hukum acara perdata, pihak-pihak yang beracara terdiri atas:
    1.         Penggugat, pihak yang merasa haknya dilanggar (oleh Tergugat),
    2.         Tergugat, pihak yang digugat (oleh penggugat) karena dianggap melanggar hak seseorang (Penggugat).
    3.         Kuasa/Wakil adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh (atau berdasarkan) undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.
SURAT GUGATAN
            Gugatan diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, di mana selanjutnya surat gugatan tersebut diberi  nomor dan didaftarkan dalam buku Register setalah Penggugat membayar panjar biaya perkara yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).
            Penggugat yang tidak bisa menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan di depan Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Negeri yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg).
            Pada dasarnya, gugatan diajukan di pengadilan di mana Tergugat bertempat tinggal dalam hal Tergugat merupakan perseorangan atau mempunyai tempat kedudukan dalam hal Tergugat merupakan badan hukum (Pasal 118 (1)/142RBg).
            Perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama di mana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawan guna pembelaan kepentingannya, di mana perubahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh sedemikian rupa sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain.
            Gugatan dapat dicabut secara sepihak jika perkara belum diperiksa. Akan tetapi, jika perkara sudah diperiksa dan tergugat telah memberikan jawaban, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari Tergugat.
            Beberapa gugatan dapat digabungkan menjadi satu apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan tersebut terdapat erat atau ada koneksitas.

ALAT BUKTI
            Alat bukti dalam Hukum Acara Perdata terdiri dari bukti dengan surat, bukti dengan sanksi, pengakuan, persangkaan, dan sumpah.
Surat
            Dalam perkara perdata, bukti ini merupakan bukti utama karena orang dalam lalu lintas keperdataan sering kali sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu perselisihan dan bukti yang disediakan tadi lazimnya berupa tulisan.
            Di antara surat-surat atau tulisan-tulisan, akta otentik merupakan suatu bukti yang mempunyai suatu kekuatan pembuktian istimewa.
            Akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Akta-akta lain yang bukan akta otentik dinamakan akta di bawah tangan.
            Pegawai umum ialah notaris atau Hakim, juru sita pada suatu Pengadilan, atau pegawai Catatan Sipil.
            Menurut Pasal 1870 KUHPerdata atau Pasal 165 HIR, akta otentik merupakan suatu bukti sempurna di antara para pihak beserta ahli warisannya atau orang-orang yang mendapat hak dari merekan tentang apa yang dimuat di dalamnya.
Sanki
            Kalau bukti surat tidak ada, maka dalam perkara perdata diusahakan mendapatkan saksi-saksi yang dapat membenarkan atau menguat dalil-dalil yang diajukan di muka sidang Hakim.
            Kriteria saksi adalah yang melihat sendiri, mendengar sendiri, atau mengalami sendiri. Memberi kesaksian mengenai apa yang disampaikan oleh orang lain tidak dianggap sebagai kesaksian (testomonium de auditu).
            Seorang saksi tidak boleh memberikan keterangan-keterangan yang berupa kesimpulan-kesimpulan. Menarik kesimpulan-kesimpulan adalah wewenang Hakim.
            Setiap saksi diwajibkan menurut cara agamanya, bersumpah, atau berjanji bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya. Orang yang sengaja memberikan suatu keterangan palsu di atas sumpah diancam suatu pidana menurut Pasal 242 KUHPidana sebagai seorang yang melakukan tindak pidana sumpah palsu.
            Ada segolongan orang yang tidak boleh memberikan kesaksian karena sehubungannya yang terlalu sangat dekat dengan salah satu pihak, yaitu para anggota keluarga dan semenda dalam garis lurus dari salah satu pihak, dan suami atau istri sekalipun sudah cerai. Namun, orang-orang ini boleh menjadi saksi dalam beberapa macam perkara khusus, yaitu;
a.       Perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
b.      Perkara mengenai nafkah, termasuk pembiayaan, pemeliharaan, dan pendidikan seorang anak belum dewas;
c.       Perkara mengenai pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua atau wali;
d.      Perkara mengenai suatu persetujuan perburuhan.
            Berdasarkan Pasal 169 HIR, keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lain tidak boleh dipercaya di muka Pengadilan (unus testis nullus testis).
Pengakuan
            Apabila dalil-dalil yang dikemukakan suatu pihak diakui oleh pihak lawan, maka pihak yang mengemukakan dalil-dalil itu tidak perlu membuktikannya. Pembuktian hanya perlu diadakan terhadap dalil-dalil yang dibantah atau disangkal.
            Pengakuan yang dilakukan di muka Hakim memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap siapa pelakunya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seorang yang khusus dikuasai untuk itu (Pasal 1925 KUHPerdata, 176 HIR). Artinya, Hakim harus menganggap dalil-dalil yang telah diakui itu sebagai benar dan mengabulkan segala tuntutan atau gugatan yang didasarkan pada dalil-dalil tersebut.
Persangkaan
            Persangkaan ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang belum terbukti. Untuk suatu peristiwa yang dianggap terbukti, sangat sulit mendapatkan saksi-saksi yang melihat atau mengalami sendiri sehingga pembuktian dapat diusahakan dengan persangkaan-persangkaan. Yang menarik kesimpulan adalah Hakim atau undang-undang. Bila yang menarik kesimpulan itu adalah Hakim, maka persangkaan itu dinamakan “persangkaan Hakim”. Sementara itu, apabila yang menarik kesimpulan itu undang-undang, maka persangkaan itu dinamakan persangkaan undang-undang.
Sumpah
            Dalam perkara, sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak merupakan alat pembuktian yang sah. Dalam perkara perdata, ada dua macam sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak di muka Hakim.
    1.         Sumpah Pemutus atau Decissoir adalah sumpah yang oleh pihak yang satu dimintakan kepada pihak lawan, di mana putusan hakim didasarkan pada sumpah tersebut. Sumpah Pemutus dapat diperintahkan apabila tidak ada pembuktian sama sekali.
    2.         Sumpah Tambahan atau Suppetoir, sumpah yang diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak untuk menambah pembuktian yang dianggapnya kurang meyakinkan.
BENTUK-BENTUK PUTUSAN HAKIM
            Ada dua bentuk putusan hakim, yaitu putusan verstek dan putusan serta-merta.
            Perkara akan diputus verstek jika Tergugat atau para Tergugat tidak datang pada hari sidang pertama dan kedua meskipun telah dipanggil dengan patut. Tergugat juga tidak mengirimkan kuasanya yang sah, sedangkan Penggugat atau para Penggugat selalu datang.
            Putusan serta-merta diberika apabila:
    1.         Surat bukti untuk membuktikan dalil gugatan adalah akta otentik atau akta di bawah tangan yang diakui isi dan tanda tangannya oleh Tergugat;
    2.         Putusan didasarkan atas suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap;
    3.         Gugatan provisional dikabulkan;
    4.         Objek gugatan adalah barang milik Penggugat yang dikuasai Tergugat;


DAFTAR PUSTAKA


Tuanakota, Theodorus M. 2016. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat


No comments:

Post a Comment