BAB 23
HUKUM ACARA PERDATA
PENGANTAR
Prof. Wiryono Prodjodikoro
berpendapat bahwa Hukum Acara Perdata merupakan rangkaian peraturan-peraturan
yang memuat cara orang harus bertindak terhadap dan dimuka Pengadilan serta
cara Pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Secara umum, asas-asas Hukum Acara
Perdata adalah sebagai berikut:
1.
Sederhana, cepat, dan murah.
2.
Praduga tidak bersalah.
3.
Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk
umum.
4.
Semua orang diperlakukan sama di depan
hakim.
5.
Hakim bersifat pasif. Pihak-pihak yang
berpekaralah yang menentukan lingkup (luas/sempitnya) pokok sengketa. Hakim
berupaya mengatasi rintangan yang menghambat penyelesaian sengketa.
6.
Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas
perkara yang tidak dituntut ata mengabulkan lebih dari yang dituntut.
7.
Hakim mencari kebenaran formeel. Ini
yang membedakan dengan kebenaran dalam Hukum Acara Pidana di mana hakim
diharapkan mencari kebenaran yang hakiki (materiele waarheid); dalam ungkapan
bahasa Inggris, the truth, the whole truth, and nothing but the truth.
PENGGUGAT, TERGUGAT, DAN
KUASA/WAKIL
Dalam hukum acara perdata,
pihak-pihak yang beracara terdiri atas:
1.
Penggugat, pihak yang merasa haknya
dilanggar (oleh Tergugat),
2.
Tergugat, pihak yang digugat (oleh
penggugat) karena dianggap melanggar hak seseorang (Penggugat).
3.
Kuasa/Wakil adalah seseorang yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh (atau berdasarkan) undang-undang untuk
memberikan bantuan hukum.
SURAT GUGATAN
Gugatan diajukan dengan surat gugat
yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri, di mana selanjutnya surat gugatan tersebut diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register
setalah Penggugat membayar panjar biaya perkara yang besarnya ditentukan oleh
Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).
Penggugat yang tidak bisa menulis
dapat mengajukan gugatannya secara lisan di depan Ketua Pengadilan Negeri dan
Ketua Pengadilan Negeri yang akan menyuruh mencatat gugatan tersebut (Pasal 120
HIR, Pasal 144 RBg).
Pada dasarnya, gugatan diajukan di
pengadilan di mana Tergugat bertempat tinggal dalam hal Tergugat merupakan
perseorangan atau mempunyai tempat kedudukan dalam hal Tergugat merupakan badan
hukum (Pasal 118 (1)/142RBg).
Perubahan atau penambahan gugatan
diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang pertama di mana para pihak hadir,
tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawan guna pembelaan
kepentingannya, di mana perubahan dan/atau penambahan gugatan tidak boleh
sedemikian rupa sehingga dasar pokok gugatan menjadi lain.
Gugatan dapat dicabut secara sepihak
jika perkara belum diperiksa. Akan tetapi, jika perkara sudah diperiksa dan
tergugat telah memberikan jawaban, maka pencabutan perkara harus mendapat
persetujuan dari Tergugat.
Beberapa gugatan dapat digabungkan
menjadi satu apabila antara gugatan-gugatan yang digabungkan tersebut terdapat
erat atau ada koneksitas.
ALAT BUKTI
Alat bukti dalam Hukum Acara Perdata
terdiri dari bukti dengan surat, bukti dengan sanksi, pengakuan, persangkaan,
dan sumpah.
Surat
Dalam perkara perdata, bukti ini
merupakan bukti utama karena orang dalam lalu lintas keperdataan sering kali
sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu
perselisihan dan bukti yang disediakan tadi lazimnya berupa tulisan.
Di antara surat-surat atau
tulisan-tulisan, akta otentik merupakan suatu bukti yang mempunyai suatu
kekuatan pembuktian istimewa.
Akta otentik ialah akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh dihadapan seorang
pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Akta-akta lain
yang bukan akta otentik dinamakan akta di bawah tangan.
Pegawai umum ialah notaris atau
Hakim, juru sita pada suatu Pengadilan, atau pegawai Catatan Sipil.
Menurut Pasal 1870 KUHPerdata atau
Pasal 165 HIR, akta otentik merupakan suatu bukti sempurna di antara para pihak
beserta ahli warisannya atau orang-orang yang mendapat hak dari merekan tentang
apa yang dimuat di dalamnya.
Sanki
Kalau bukti surat tidak ada, maka
dalam perkara perdata diusahakan mendapatkan saksi-saksi yang dapat membenarkan
atau menguat dalil-dalil yang diajukan di muka sidang Hakim.
Kriteria saksi adalah yang melihat
sendiri, mendengar sendiri, atau mengalami sendiri. Memberi kesaksian mengenai
apa yang disampaikan oleh orang lain tidak dianggap sebagai kesaksian
(testomonium de auditu).
Seorang saksi tidak boleh memberikan
keterangan-keterangan yang berupa kesimpulan-kesimpulan. Menarik
kesimpulan-kesimpulan adalah wewenang Hakim.
Setiap saksi diwajibkan menurut cara
agamanya, bersumpah, atau berjanji bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya.
Orang yang sengaja memberikan suatu keterangan palsu di atas sumpah diancam
suatu pidana menurut Pasal 242 KUHPidana sebagai seorang yang melakukan tindak
pidana sumpah palsu.
Ada segolongan orang yang tidak
boleh memberikan kesaksian karena sehubungannya yang terlalu sangat dekat
dengan salah satu pihak, yaitu para anggota keluarga dan semenda dalam garis
lurus dari salah satu pihak, dan suami atau istri sekalipun sudah cerai. Namun,
orang-orang ini boleh menjadi saksi dalam beberapa macam perkara khusus, yaitu;
a. Perkara
mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
b. Perkara
mengenai nafkah, termasuk pembiayaan, pemeliharaan, dan pendidikan seorang anak
belum dewas;
c. Perkara
mengenai pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua atau wali;
d. Perkara
mengenai suatu persetujuan perburuhan.
Berdasarkan Pasal 169 HIR,
keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lain tidak boleh dipercaya di
muka Pengadilan (unus testis nullus testis).
Pengakuan
Apabila dalil-dalil yang dikemukakan
suatu pihak diakui oleh pihak lawan, maka pihak yang mengemukakan dalil-dalil
itu tidak perlu membuktikannya. Pembuktian hanya perlu diadakan terhadap
dalil-dalil yang dibantah atau disangkal.
Pengakuan yang dilakukan di muka
Hakim memberikan suatu bukti yang sempurna terhadap siapa pelakunya, baik
sendiri maupun dengan perantaraan seorang yang khusus dikuasai untuk itu (Pasal
1925 KUHPerdata, 176 HIR). Artinya, Hakim harus menganggap dalil-dalil yang
telah diakui itu sebagai benar dan mengabulkan segala tuntutan atau gugatan
yang didasarkan pada dalil-dalil tersebut.
Persangkaan
Persangkaan ialah kesimpulan yang
ditarik dari suatu peristiwa yang dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa
yang belum terbukti. Untuk suatu peristiwa yang dianggap terbukti, sangat sulit
mendapatkan saksi-saksi yang melihat atau mengalami sendiri sehingga pembuktian
dapat diusahakan dengan persangkaan-persangkaan. Yang menarik kesimpulan adalah
Hakim atau undang-undang. Bila yang menarik kesimpulan itu adalah Hakim, maka
persangkaan itu dinamakan “persangkaan Hakim”. Sementara itu, apabila yang
menarik kesimpulan itu undang-undang, maka persangkaan itu dinamakan
persangkaan undang-undang.
Sumpah
Dalam perkara, sumpah yang diangkat
oleh salah satu pihak merupakan alat pembuktian yang sah. Dalam perkara
perdata, ada dua macam sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak di muka
Hakim.
1.
Sumpah Pemutus atau Decissoir adalah
sumpah yang oleh pihak yang satu dimintakan kepada pihak lawan, di mana putusan
hakim didasarkan pada sumpah tersebut. Sumpah Pemutus dapat diperintahkan
apabila tidak ada pembuktian sama sekali.
2.
Sumpah Tambahan atau Suppetoir, sumpah
yang diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak untuk menambah pembuktian
yang dianggapnya kurang meyakinkan.
BENTUK-BENTUK PUTUSAN HAKIM
Ada
dua bentuk putusan hakim, yaitu putusan verstek dan putusan serta-merta.
Perkara akan diputus verstek jika
Tergugat atau para Tergugat tidak datang pada hari sidang pertama dan kedua
meskipun telah dipanggil dengan patut. Tergugat juga tidak mengirimkan kuasanya
yang sah, sedangkan Penggugat atau para Penggugat selalu datang.
Putusan serta-merta diberika
apabila:
1.
Surat bukti untuk membuktikan dalil
gugatan adalah akta otentik atau akta di bawah tangan yang diakui isi dan tanda
tangannya oleh Tergugat;
2.
Putusan didasarkan atas suatu putusan
yang sudah berkekuatan hukum tetap;
3.
Gugatan provisional dikabulkan;
4.
Objek gugatan adalah barang milik
Penggugat yang dikuasai Tergugat;
DAFTAR PUSTAKA
Tuanakota, Theodorus M. 2016. Akuntansi
Forensik & Audit Investigatif (Edisi 2). Jakarta: Salemba Empat
No comments:
Post a Comment