BAB 17 INVESTIGASI
PENGADAAN
Pengadaan
Publik – Sumber Utama Kebocoran Negara
Pengadaan
merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan publik.
Setiap tahun BPK dan BPKP melaporkan kasus pengadaan yang mengandung unsur
tindak pidana korupsi. Tidak banyak yang masuk ke persidangan pengadilan.
Secara luas,
sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber utama bagi
kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan
sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin di
Indonesia. Besarnya pengadaan pengadaan mengesankan skala potensial masalah
tersebut. Berdasarkan tingkat-tingkat pengeluaran publik pada masa prakrisis,
suatu kajian Bank Dunia memperkirakan bahwa Pemerintah dan BUMN-BUMN mengadakan
sekitar USD 10 miliar setahun secara bersama-sama. Sekarang, dengan pengeluaran
pembangunan berjumlah sekitar USD 7 miliar, tingkat-tingkat pengadaan
barangkali lebih rendah.
Namun, suatu
sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa
dana publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas pembangunan.
Apabila suatu sistem pengadaan bergungsi dengan baik, dipastikan pembelian
barang akan bersaing dan efektif. Supaya
berfungsi efektif, suatu rezim pengadaan perlu mencakup ciri-ciri berikut:
1. Kerangka
hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan yang antara lain mewajibkan
pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan-kesempatan penawaran,
pengungkapan sebelumnya tentang kriteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian
kontrak yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar yang dinilai
paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, ases terhadap
mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengngkapan publik dari hasil-hasil
proses pengadaan dan pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh proses
tersebut.
2. Kejelasan
tentang tanggung jawab-tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional termasuk
penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan,
memastikan bahwa aturan-aturan ditaati dan mengenakan sanksi-sanksi jika
aturan-aturan itu dilanggar.
3. Suatu
organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan pengawasan
penerapan tepat dari kebijakan tersebut.
4. Suatu
mekanisme penegakan. Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada
artinya.
5. Staff
pengadaan yang terlatih baik, kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang
sehat.
SISTEM
PENGADAAN INDONESIA TIDAK BERFUNGSI
Kajian pengadaan
nasional bank dunia untuk Indonesia menyimpulkan bahwa sistem pengadaan tidak
berfungsi dengan baik, “Ia tidak dipacu oleh pasar, rentat terhadap penyalahgunaan
dan penyelewengan, dan menurunkan nilai yang dibayar dari dana-dana publik”.
Selain itu majalah mingguan Tempo
juga mengungkapkan pengaturan-pengaturan kolusif, dalam bentuk lingkaran
penawar yang terorganisasi rapi, yang menimbulkan kerugian-kerugian substansial
bagi bendahara Pemerintah.
Aturan-aturan kolusif ini terjadi dengan
keterlibatan aktif pejabat-pejabat pemerintah. Kolusi tersebut merupakan bagian
dari proses pengadaan, menggunakan teknik-teknik seperti
spesifikasi-spesifikasi yang membatasi, pemilahan paket kontrak, prosedur
penawaran tidak bersaing, pemasangan iklan secara terbatas, masa pengajuan
penawaran yang dipersingkat, dan pelanggaran kerahasiaan selama proses
pengadaan.
MENGAPA
KERANGKA AKUNTABILITAS UNTUK PENGADAAN GAGAL
1. Kerangka
Hukum Cacat
Para
eksekutif dari legislatif pemerintah telah gagal menyediakan kerangka hukum
efektif untuk pengadaan publik. Tidak ada undang-undang pengadaan nasional
selain undang-undang konstruksi (UU No.18/1999). Keputusan Presiden yang mengatur
pengadaan diluar konstruksi Keppres No 18/2000)-walaupun merupakan perbaikan
besar dibanding kebijakan-kebijakan sebelumnya-tetap membatasi persaingan
dengan menuntut “persaingan adil” antara perusahaan-perusahaan yang “setara”.
Hal ini memungkinkan peluang dalam interpretasi tentang perusahaan-perusahaan
yang setara. Peraturan pelaksanaannya juga mencoba mementingkan usaha kecil dan
menengah lokal untuk kontrak-kontrak dibawah nilai tertentu, yang melanggar
prinsip “satu negeri, satu pasar” dan menghilangkan manfaat-manfaat bagi pemerintah
dari persaingan nasional.
2. Pemerintah
tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan
Pemerintah
tidak mengorganisasikan dirinya untuk pengadaan publik. pemerintah tidak
mempunyai badan yang jelas harus bertanggung jawab untuk kebijakan dan
pematuhan pengadaan publik. Karena badan tersebut tidak ada, Bappenas dan
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah berbagi tanggung jawab tersebut,
tetapi mereka tidak memilik mandat untuk menyandang tanggung jawab formal atas
kebijakan pengadaan dan pengawasannya.
3. Insentif-insentif
terdistorsi
Akibat
pamong praja yang dikelola dengan buruk dan peradilan yang lemah, kerangka
insentif melenceng jauh sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi dan
kejujuran dan tidak ada hukuman untuk korupsi. Baik pimpro maupun anggota
panitia lelang menghadapi insentif-insentif kuat untuk berpartisipasi dalam
korupsi dan kolusi.
a. Bagian
mereka dari hasil lingkaran kolusif yang mendominiasi pengadaan publik mungkin
sekali relatif sangat tinggi terhadap gaji dan tunjangan mereka.
b. Tidak
adanya mekanisme keluhan yang tepat serta tidak adanya sanksi administratif
atau hukum apapun karena terlibat dalam kolusi membantu mengabadikan sistem
tersebut.
c. Anggota-anggota
panitia lelang tidak mempunyai pelatihan untuk melakukan tugas mereka dengan
baik. Akibatnya, tinjauan penawaran berfokus pada persyaratan administratif
ketimbang pada persyaratan teknis.
d. Tidak
ada jenjang karier jelas pimpro dan spesialis pengadaan.
e. Pemerintah
gagal memberikan sumber daya-sumber daya kepada panitia lelang untuk melakukan
tugasnya dengan baik. Anggaran-anggaran untuk iklan, mengetik dan mencetak
dokumen-dokumen penawaran nyaris tidak memadai atau tidak ada dan tidak
dipungut biaya untuk membayar biaya penyusunan dan pencetakan dokumen
penawaran.
f.
Tidak ada aturan dan
undang-undang jelas yang memperkecil kebijaksanaan memudahkan kolusi
4. Pengadaan
dilakukan di Balik pintu Tertutup
Pengungkapan
publik terbatas terhadap proses pengadaan memperkuat insentif-insentif buruk
tersebut. Sebagian besar proses tersebut berlangsung di balik pintu tertutup.
Hasil-hasil penawaran berikut pembenaran yang sesuai dengan pemenangan
penawaran tidak diumumkan. Mengikuti usul Bank Dunia, pemerintah telah
menyetujui informasi ini diumumkan bagi semua proyek Bank Dunia yang baru akan
dicermintkan dalam perjanjian-perjanjian sah dengan Bank Dunia.
5. Pengauditan
Lemah
Sebagian
besar proses audit-satu-satunya instrumen yang tersedia untuk menegakkan aturan
main dan ketentuan-ketentuan seperti telah dicatat-tidak efektif. Efektivitas
untuk menegakkan praktik-praktik pengadaan yang baik lebih lanjut disesuaikan
oleh auditor Pemerintah yang kurang mengenal aturan dan prinsip pengadaan.
Walaupun sekiranya pengauditan itu efektif sektor peradilan tidak berfungsi memastikan
bahwa mereka yang menyalahgunakan proses pengadaan tidak akan memikul
akibat-akibatnya. Keengganan untuk menerapkan sanksi-sanksi administratif
terhadap pegawai negeri yang ketahuan berkolusi dengan lingkaran-lingkaran
penawar berarti bahwa secara efektif tidak ada mekanisme penegak.
KETENTUAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Para auditor
keuangan negara dan investigator yang mendalami kasus-kasus pengadaan barang
dan jasa perlu mengetahu dan menguasai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku mengenai pengadaan barang dan jasa. Tujuan dikeluarkannya ketentuan
perundangan tentunya sangat jelas. Namun karena banyaknya penyimpangan yang
terjadi, tidak ada salahnya mengutip kembali konsideransi dalam keppres
80/2003: “Agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggara
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sehat,
transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya
bagi kelancaran tugas Pemerintah dan Pelayanan Masyarakat.”
Dalam proses
pelaksanaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang memerlukan penyedia
barang/jasa dibedakan menjadi empat cara berikut :
1. Pelelangan
umum
2. Pelelangan
terbatas
3. Pemilihan
langsung
4. Penunjukan
langsung
Dua istilah yang
muncul berulang-ulang dalam proses pelelangan umum: prakualifikasi dan
pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan
kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa
sebelum memasukkan penawaran.
Pascakualifikasi
adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan
persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan
penawaran.
Secara umum
proses prakualifikasi meliputi pengumuman prakualifikasi, pengambilan dokumen
prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evaluasi dokumen
prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi,
dan pengumuman hasil prakualifikasi.
Secara umum
proses pasca-prakualifikasi meluputi pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan
dengan dokumen penararan dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi
pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya.
Salah satu kewajiban dalam
pengadaan barang dan jasa adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Pengguna barang/jasa wajib memiliki HPS yang dihitung dengan pengetahuan dan
keahlian mengenai barang/jasa yang ditenderkan dan berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan. Berikut data yang digunakan sebagai dasar penyusunan
HPS.
a. Harga
pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan
b. Informasi
biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh badan pusat statistik,
asosiasi terkait, dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
c. Daftar
biaya/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal/pabrikan
d. Biaya
kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor
perubahan biaya apabila terjadi perubahan biaya.
e. Daftar
biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwaenang.
Pelanggaran terhadap ketentuan
pengadaan barang dan jasa ini bisa berupa sanksi admnistratif, tuntutan ganti
rugi atau gugatan perdata dan pemrosesan secara pidana. Berikut ini perbuatan
atau tindakan penyedia barang/jasa yang dapat dikenakan sanksi:
1. Berusaha
mempengaruhi panitia pengadaan/pejabat yang berwenang dalam bentuk dan cara
apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang
bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen
pengadaan/kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Melakukan
persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk emngatur harga penawaran
diluar prosedur pelaksana pengadaan barang/jasa sehingga
mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat
dan/atau merugikan pihak lain.
3. Membuat
dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk
memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen
pengadaan.
4. Mengundurkan
diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dan/atau tidak
dapat diterima oleh panitia pengadaan.
5. Tidak
dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak secara bertanggung
jawab.
PEDOMAN
DAN PETUNJUK
Pemerintah
menerbitkan banyak pedoman dan petunjuk mengenai pengadaan barang dan jasa,
baik berupa Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden maupun berupa
petunjuk/pamflet dan pelatihan oleh Bappenas. Pedoman dan petunjuk ini
dimaksudkan untuk mengamankan proses pengadaan barnag dan jasa di sektor
publik. banyak praktik dalam pedoman dan petunjuk ini yang dapat dimanfaatkan
oleh sektor swasta.
INVESTIGASI
PENGADAAN
Cara-cara
investigasi yang dijelaskan di bawah, diterapkan dalam pengadaan yang
menggunakan sistem tender atau penawaran secara terbuka. Dalam sistem ini,
lazimnya ada tiga tahapan besar berikut:
1. Tahap
pratender
2. Tahap
penawaran dan negosiasi
3. Tahap
pelaksanaan dan penyelesaian administrative
A.
Tahap
Pratender
Dalam
tahap pertama ini, umumnya terjadi kegiatan berikut:
a. Pemahaman
mengenai kebutuhan perusahaan atau lembaga akan barang atau jasa yang akan
diblei
b. Pengumuman
mengenai niat perusahaan atau lembaga itu untuk membuat kontrak pengadaan
barang atua jasa
c. Penyusunan
spesifikasi
d. Penentuan
mengenai kriteria pemenang
Ada
dua skema fraud dalam tahap ini, pertama dalam penentuan kebutuhan, kedua dalam
penentuan spek.
Dalam penentuan
kebutuhan, sering terjadi persekongkolan antara pejabat atau pegawai dari
lembaga yang membeli dengan supplier. Supplier memberikanuang suap kepada pejabat
atau pegawai dari lembaga yang membeli sebagai ucapan terima kasihnya karena
pejabat atau pegawai itu berhasil menentukan kebutuhan akan barang dan jasa
yang akan dipasok.
Dalam rancangan
fraud yang kedua, yang menjadi sasaran adalah speknya. Gejala-gejala berikut
patut diwaspadai.
1. Kontrak
dibuat secara ceroboh, melemahkan kedudukan pembeli dan/atau menguatkan
kedudukan penyuplai. Berdasarkan kontrak yang buruk ini, penyuplai terus
membuat klaim yang tidak dapat ditolak oleh pembeli. Penolakan klaim oleh
pembeli mengakibatkan denda atau hukuman lainnya. Pejabat atau pegawai bagian
pembelian yang menerima uang suap taid berada dalam posisi benturan
kepentingan; hal ini membuatnya tidak berdaya menghadapi tekanan penyuplai.
2. Speknya
yang “ngambang” memudahkan penyuplai mengirimkan barang atau jasa dengan harga
yang lebih mahal. Karena itu, ketika terjadi persekongkolan dan penyuapan, spek
sengaja dibuat tidak jelas.
3. Spek
dibuat dengan “pengertian” bahwa ia akan diubah. Spek sementara membuat pesaing
lain sulit memenuhi persyaratan. Pemenang tender tahu bahwa spek diubah setelah
ia ditunjuk sehingga ia lebih leluasa memenuhinya.
Berikut
ini tanda-tanda (red flags) yang perlu dikenali auditor:
a. Orang
dalam memberikan informasi atau nasiha yang menguntungkan satu kontraktor.
b. Pembeli
menggunakan jasa konsultasi, masukan, atau spek yang dibuat oleh kontraktor
yang dinggulkan. Hal ini juga sering dijumpai dalam pengadaan jasa-jasa
konsultasi dimana konsultan yang diunggulkan akan membuat Terms of Reference
dan detail lainnya dari dokumen tender.
c. Pembeli
memperbolehkan konsultan yang ikut dalam penentuan dan pengembangkan spek,
menjadi subkontraktor atau konsultasi dalam proyek itu.
d. Biaya
dipecah-pecah dan disebar ke bermacam akun atau perincian sehinng lolos dari pengamatan
atau review.
e. Pejabat
sengaja membuat spek yang tidak konsisten dengan spek sebelumnya untuk
pengadaan serupa. Alasannya bisa bermacam-macam, misalnya “kita terdesak waktu”
atau “ini sellers market”.
B.
Tahap
Penawaran dan Negosiasi
Skema
fraud dalam tahap ini umumnya berupa persekongkolan antar apembeli dan
kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pendamping” atau “pemantas” yang
meramaikan proses penawaran. Di permukaan, proses tender kelihatannya sah
karena peserta tender cukup banyak atau bahkan melimpah.
Beberapa
skema fraud pada saat tahap penawaran dan negosiasi:
a. Permainan
yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran. Ada banyak bentuk dari
permainan atau skema fraud ini, misalnya membuka dokumen penawaran lebih awal,
menerima dokumen penawaran meskipun sudah melewati batas waktu, mengubah
dokumen penawaran secara tidak sah (setelah berhasil “mengintip” dokumen
saingan), mengatur harga penawran, memalsukan berita acara dan dokumen proses
tender lainnya.
b. Permainan
yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses persaingan terbuka. Permainan ini
dalam bahasa Inggris disebut bid-rigging schemes atau contract-rigging fraud.
Ini dilakukan dengan persekongkolan di antar apembeli dan sebagian peserta
tender. Beberapa contoh permainan di atas jug amasuk kategori ini.
c. Tender
arisan (bid rotation). Persekongkolan ini dilakukan untuk menentukan pemenang
kontraktor sebelum dokumen penawaran dibuka.
d. Menghalang-halangi
penyamapain dokumen penawaran. Bentuk permainan ini pun beraneka ragam. Seorang
atau beberapa peserta tender tiba-tiba (dengan atau tanpa alasan) mengundurkan
diri. Peserta tender ditolak karena menggunakan “formulir” yang salah atau “lupa”
merekatkan materai. Beberapa peserta mengatur persyaratan tambahan, seperti
izin dari asosiasi pengusaha sejenis atau “putra daerah, dan lain-lain. Yang
tidak jarang terjadi, pengusaha daftar “hitam” justru mengendalikan asosiasi
pengusaha sejenis. Asosiasi semacam ini tidak lain dari penikmat rantai
ekonomi.
e. Menyampaikan
dokumen penawaran pura-pura (complementary bids) yang berisi harga yang relatif
lebih tinggi atau persyaratan yang sudah pasti akan mengalahkannya. Penyampaian
complementary bids memang dimaksudkan untuk “meramaikan bursa” agar tender
tersebut kelihatan sahih.
f.
Memasukkan dokumen
penawaran “hantu” (phantom bids). Perusahaan menciptakan banyak perusahaan lain
yang bohong-bohongan. Perusahaan-perusahaan bodong ini bergentayangan dalam arena
tender. Yang terjadi adalah mereka terkait kepada seorang pemilik yang sama.
Tanda-tanda yang cepat dikenali adalah: alamat dan nomor telepon sama, akta
notaris (akta pendirian) dibuat pada hari yang sama di notaris yang sama dengan
nomor urut yang terautr. Pada hari pembukaan dokumen penawaran, ke-10
perusahaan bodong ini diwajili satu orang; ia juga menandatangani berita acara
dan atas nama ke-10 perusahaan bodong.
g. Permainan
harga. Kontraktor sengaja memainkan harga. Sesudah terpilih dalam proses negosiasi,
ia “menafsirkan kembali” data harganya. Ini berakhir dengan harga yang leibh
mahal dari kontraktor yang dikalahkannya. Bentuk lain adalah penggantian
subkontraktor atau konsultan yang lebih rendah mutu atau kualifikasinya, atau
tidak mengungkapkan nilai dari barang-barang proyek (laptop, mesin fotokopi,
dan lain-lain) sesudah proyek berakhir.
C.
Tahap
Pelaksanaan dan Penyelesaian Administratif
Tahap
ini meliputi kegiatan-kegiatan berikut.
a. Perubahan
dalam order pembelian
b. Review
yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan dan untuk
bagian mana kontraktor berhak menerima pembayaran.
Ada dua rancangan fraud atau bentuk
permainan dalam tahap ini, yaitu substitusi atau penggantian produk dan
“kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan.
Untuk menaikkan keuntungan, kontraktor mengganti
barang atau produk atau bahan baku/pembungkus yang dipasoknya. Substitusi
produk ini bermacam-macam bentuknya:
1. Pengiriman
barang yang mutunya lebih rendah
2. Pengiriman
bahan yang belum diuji
3. Pemalsuan
hasil pengujian
4. Pengiriman
barang palsu
5. Pemalsuan
sertifikasi, misalnya sertifikasi mengenai keaslian barang, mutu atau
persyaratan lain
6. Pembuatan
sample yang khusus untuk pengujian dan memang lulus pengujian tetapi sebagian
besar produk yang dikirimkan tidak sebaik sampel ini.
7. Pemindahan
tags yang bertanda “sudah diperiksa” dari barang yang sudah diperiksa ke
barang-barang yang belum diperiksa.
8. Penggantian
dengan barang-barang yang kelihatannya (rupanya) sama.
Untuk mendeteksi permainan di atas, auditor harus
melakukan:
1. Pengecekan
secara rutin dan kunjungan mendadak
2. Me-review
laporan inspeksi atau laporan laboratorium pengujian secara cermat
3. Uji
produk di laboratorium independen
4. Review
dokumen dan bandingkan dengan produk atau jasa yang diterima untuk memastikan
adanya kepatuhan
5. Penilaian
atas barang dan jasa yang diserahkan untuk memastikan bahwa ketentuan yang
disepakati telah dipenuhi, termasuk didalamnya pengendalian mutu.
Bentuk
permainan kedua, kekeliruan dalam pembebanan bisa berupa kekeliruan perhitungan
(misalnya ada biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek),
kekeliruan dalam pembebanan biaya material atau tenaga kerja. Contoh yang
paling sederhana adalah dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan yang
pembebanannya meliputi jumlah waktu (man-hours, man-days, man-month, dan
seterusnya) dikalikan tarif per satuan waktu. Yang bisa dimainkan adalah
jumlahw aktunya, tarif yang seharusnya dan hasil perkalian.
Diagram
Uraian
mengenai skema fraud diatas disarikan dalam Diagram dibawah ini. Dari diagram
ini, terlihat pembayaran uang suap dilakukan sesudah kontraktor menerima
pembayaran kontrak. Ini dikenal sebagai kickback
Komputer
sebagai alat Bantu
Teknologi
komputasi membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam pengadaan barang.
Program komputer dapat khusus dibuat (atau sudah tersedia, seperti ACL) untuk
mengidentifikasi:
1. Penyuplai
dengan alamat P.O. BOX.
2. Penyuplai
dengan alamat yang sama dengan alamat pegawai
3. Kontrak
yang gagal dalam proses tender, tetapi sekarang menjadi subkontraktor
4. Pembayaran-pembayaran
kepada penyuplai tertentu selama suatu jangka waktu (untuk mendeteksi
kemungkinan pembayaran yang berulang-ulang atau pembayaran ganda).
5. Pembayaran
kepada penyuplai yang tidak melalui sistem yang ada.
6. Pegawai
atau konsultan yang dalam hari yang sama menangani beberapa proyek atau proyek
yang bukan untuk pembeli.
Komputer
hanyalah alat bantu. Beberapa penyelewengan di bidang pengadaan yang dibiayai
Bank Dunia terungkap dengan bantuan spread sheet yang sederhana.