Hetalia: Axis Powers - Liechtenstein

Friday, 16 December 2016

INVESTIGASI PENGADAAN



BAB 17 INVESTIGASI PENGADAAN
Pengadaan Publik – Sumber Utama Kebocoran Negara
Pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan publik. Setiap tahun BPK dan BPKP melaporkan kasus pengadaan yang mengandung unsur tindak pidana korupsi. Tidak banyak yang masuk ke persidangan pengadilan.
Secara luas, sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber utama bagi kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin di Indonesia. Besarnya pengadaan pengadaan mengesankan skala potensial masalah tersebut. Berdasarkan tingkat-tingkat pengeluaran publik pada masa prakrisis, suatu kajian Bank Dunia memperkirakan bahwa Pemerintah dan BUMN-BUMN mengadakan sekitar USD 10 miliar setahun secara bersama-sama. Sekarang, dengan pengeluaran pembangunan berjumlah sekitar USD 7 miliar, tingkat-tingkat pengadaan barangkali lebih rendah.
Namun, suatu sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa dana publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas pembangunan. Apabila suatu sistem pengadaan bergungsi dengan baik, dipastikan pembelian barang akan bersaing dan efektif.  Supaya berfungsi efektif, suatu rezim pengadaan perlu mencakup ciri-ciri berikut:
1.      Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan yang antara lain mewajibkan pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan-kesempatan penawaran, pengungkapan sebelumnya tentang kriteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian kontrak yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar yang dinilai paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, ases terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengngkapan publik dari hasil-hasil proses pengadaan dan pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh proses tersebut.
2.      Kejelasan tentang tanggung jawab-tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan, memastikan bahwa aturan-aturan ditaati dan mengenakan sanksi-sanksi jika aturan-aturan itu dilanggar.
3.      Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut.
4.      Suatu mekanisme penegakan. Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada artinya.
5.      Staff pengadaan yang terlatih baik, kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang sehat.

SISTEM PENGADAAN INDONESIA TIDAK BERFUNGSI
Kajian pengadaan nasional bank dunia untuk Indonesia menyimpulkan bahwa sistem pengadaan tidak berfungsi dengan baik, “Ia tidak dipacu oleh pasar, rentat terhadap penyalahgunaan dan penyelewengan, dan menurunkan nilai yang dibayar dari dana-dana publik”. Selain itu majalah mingguan Tempo juga mengungkapkan pengaturan-pengaturan kolusif, dalam bentuk lingkaran penawar yang terorganisasi rapi, yang menimbulkan kerugian-kerugian substansial bagi bendahara Pemerintah.
Aturan-aturan kolusif ini terjadi dengan keterlibatan aktif pejabat-pejabat pemerintah. Kolusi tersebut merupakan bagian dari proses pengadaan, menggunakan teknik-teknik seperti spesifikasi-spesifikasi yang membatasi, pemilahan paket kontrak, prosedur penawaran tidak bersaing, pemasangan iklan secara terbatas, masa pengajuan penawaran yang dipersingkat, dan pelanggaran kerahasiaan selama proses pengadaan.
MENGAPA KERANGKA AKUNTABILITAS UNTUK PENGADAAN GAGAL
1.      Kerangka Hukum Cacat
Para eksekutif dari legislatif pemerintah telah gagal menyediakan kerangka hukum efektif untuk pengadaan publik. Tidak ada undang-undang pengadaan nasional selain undang-undang konstruksi (UU No.18/1999). Keputusan Presiden yang mengatur pengadaan diluar konstruksi Keppres No 18/2000)-walaupun merupakan perbaikan besar dibanding kebijakan-kebijakan sebelumnya-tetap membatasi persaingan dengan menuntut “persaingan adil” antara perusahaan-perusahaan yang “setara”. Hal ini memungkinkan peluang dalam interpretasi tentang perusahaan-perusahaan yang setara. Peraturan pelaksanaannya juga mencoba mementingkan usaha kecil dan menengah lokal untuk kontrak-kontrak dibawah nilai tertentu, yang melanggar prinsip “satu negeri, satu pasar” dan menghilangkan manfaat-manfaat bagi pemerintah dari persaingan nasional.
2.      Pemerintah tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan
Pemerintah tidak mengorganisasikan dirinya untuk pengadaan publik. pemerintah tidak mempunyai badan yang jelas harus bertanggung jawab untuk kebijakan dan pematuhan pengadaan publik. Karena badan tersebut tidak ada, Bappenas dan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah berbagi tanggung jawab tersebut, tetapi mereka tidak memilik mandat untuk menyandang tanggung jawab formal atas kebijakan pengadaan dan pengawasannya.
3.      Insentif-insentif terdistorsi
Akibat pamong praja yang dikelola dengan buruk dan peradilan yang lemah, kerangka insentif melenceng jauh sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi dan kejujuran dan tidak ada hukuman untuk korupsi. Baik pimpro maupun anggota panitia lelang menghadapi insentif-insentif kuat untuk berpartisipasi dalam korupsi dan kolusi.
a.       Bagian mereka dari hasil lingkaran kolusif yang mendominiasi pengadaan publik mungkin sekali relatif sangat tinggi terhadap gaji dan tunjangan mereka.
b.      Tidak adanya mekanisme keluhan yang tepat serta tidak adanya sanksi administratif atau hukum apapun karena terlibat dalam kolusi membantu mengabadikan sistem tersebut.
c.       Anggota-anggota panitia lelang tidak mempunyai pelatihan untuk melakukan tugas mereka dengan baik. Akibatnya, tinjauan penawaran berfokus pada persyaratan administratif ketimbang pada persyaratan teknis.
d.      Tidak ada jenjang karier jelas pimpro dan spesialis pengadaan.
e.       Pemerintah gagal memberikan sumber daya-sumber daya kepada panitia lelang untuk melakukan tugasnya dengan baik. Anggaran-anggaran untuk iklan, mengetik dan mencetak dokumen-dokumen penawaran nyaris tidak memadai atau tidak ada dan tidak dipungut biaya untuk membayar biaya penyusunan dan pencetakan dokumen penawaran.
f.        Tidak ada aturan dan undang-undang jelas yang memperkecil kebijaksanaan memudahkan kolusi
4.      Pengadaan dilakukan di Balik pintu Tertutup
Pengungkapan publik terbatas terhadap proses pengadaan memperkuat insentif-insentif buruk tersebut. Sebagian besar proses tersebut berlangsung di balik pintu tertutup. Hasil-hasil penawaran berikut pembenaran yang sesuai dengan pemenangan penawaran tidak diumumkan. Mengikuti usul Bank Dunia, pemerintah telah menyetujui informasi ini diumumkan bagi semua proyek Bank Dunia yang baru akan dicermintkan dalam perjanjian-perjanjian sah dengan Bank Dunia.
5.      Pengauditan Lemah
Sebagian besar proses audit-satu-satunya instrumen yang tersedia untuk menegakkan aturan main dan ketentuan-ketentuan seperti telah dicatat-tidak efektif. Efektivitas untuk menegakkan praktik-praktik pengadaan yang baik lebih lanjut disesuaikan oleh auditor Pemerintah yang kurang mengenal aturan dan prinsip pengadaan. Walaupun sekiranya pengauditan itu efektif sektor peradilan tidak berfungsi memastikan bahwa mereka yang menyalahgunakan proses pengadaan tidak akan memikul akibat-akibatnya. Keengganan untuk menerapkan sanksi-sanksi administratif terhadap pegawai negeri yang ketahuan berkolusi dengan lingkaran-lingkaran penawar berarti bahwa secara efektif tidak ada mekanisme penegak.
KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN
Para auditor keuangan negara dan investigator yang mendalami kasus-kasus pengadaan barang dan jasa perlu mengetahu dan menguasai ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengadaan barang dan jasa. Tujuan dikeluarkannya ketentuan perundangan tentunya sangat jelas. Namun karena banyaknya penyimpangan yang terjadi, tidak ada salahnya mengutip kembali konsideransi dalam keppres 80/2003: “Agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggara Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan Pelayanan Masyarakat.”
Dalam proses pelaksanaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang memerlukan penyedia barang/jasa dibedakan menjadi empat cara berikut :
1.      Pelelangan umum
2.      Pelelangan terbatas
3.      Pemilihan langsung
4.      Penunjukan langsung
Dua istilah yang muncul berulang-ulang dalam proses pelelangan umum: prakualifikasi dan pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum memasukkan penawaran.
Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa setelah memasukkan penawaran.
Secara umum proses prakualifikasi meliputi pengumuman prakualifikasi, pengambilan dokumen prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evaluasi dokumen prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi, dan pengumuman hasil prakualifikasi.
Secara umum proses pasca-prakualifikasi meluputi pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan dengan dokumen penararan dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya.
Salah satu kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Pengguna barang/jasa wajib memiliki HPS yang dihitung dengan pengetahuan dan keahlian mengenai barang/jasa yang ditenderkan dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Berikut data yang digunakan sebagai dasar penyusunan HPS.
a.       Harga pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan
b.      Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh badan pusat statistik, asosiasi terkait, dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
c.       Daftar biaya/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal/pabrikan
d.      Biaya kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya apabila terjadi perubahan biaya.
e.       Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwaenang.
Pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa ini bisa berupa sanksi admnistratif, tuntutan ganti rugi atau gugatan perdata dan pemrosesan secara pidana. Berikut ini perbuatan atau tindakan penyedia barang/jasa yang dapat dikenakan sanksi:
1.      Berusaha mempengaruhi panitia pengadaan/pejabat yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk emngatur harga penawaran diluar prosedur pelaksana pengadaan barang/jasa sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan pihak lain.
3.      Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan.
4.      Mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan.
5.      Tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kontrak secara bertanggung jawab.

PEDOMAN DAN PETUNJUK
Pemerintah menerbitkan banyak pedoman dan petunjuk mengenai pengadaan barang dan jasa, baik berupa Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden maupun berupa petunjuk/pamflet dan pelatihan oleh Bappenas. Pedoman dan petunjuk ini dimaksudkan untuk mengamankan proses pengadaan barnag dan jasa di sektor publik. banyak praktik dalam pedoman dan petunjuk ini yang dapat dimanfaatkan oleh sektor swasta.

INVESTIGASI PENGADAAN
Cara-cara investigasi yang dijelaskan di bawah, diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan sistem tender atau penawaran secara terbuka. Dalam sistem ini, lazimnya ada tiga tahapan besar berikut:
1.      Tahap pratender
2.      Tahap penawaran dan negosiasi
3.      Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administrative

A.     Tahap Pratender
Dalam tahap pertama ini, umumnya terjadi kegiatan berikut:
a.       Pemahaman mengenai kebutuhan perusahaan atau lembaga akan barang atau jasa yang akan diblei
b.      Pengumuman mengenai niat perusahaan atau lembaga itu untuk membuat kontrak pengadaan barang atua jasa
c.       Penyusunan spesifikasi
d.      Penentuan mengenai kriteria pemenang
Ada dua skema fraud dalam tahap ini, pertama dalam penentuan kebutuhan, kedua dalam penentuan spek.
Dalam penentuan kebutuhan, sering terjadi persekongkolan antara pejabat atau pegawai dari lembaga yang membeli dengan supplier. Supplier memberikanuang suap kepada pejabat atau pegawai dari lembaga yang membeli sebagai ucapan terima kasihnya karena pejabat atau pegawai itu berhasil menentukan kebutuhan akan barang dan jasa yang akan dipasok.
Dalam rancangan fraud yang kedua, yang menjadi sasaran adalah speknya. Gejala-gejala berikut patut diwaspadai.
1.      Kontrak dibuat secara ceroboh, melemahkan kedudukan pembeli dan/atau menguatkan kedudukan penyuplai. Berdasarkan kontrak yang buruk ini, penyuplai terus membuat klaim yang tidak dapat ditolak oleh pembeli. Penolakan klaim oleh pembeli mengakibatkan denda atau hukuman lainnya. Pejabat atau pegawai bagian pembelian yang menerima uang suap taid berada dalam posisi benturan kepentingan; hal ini membuatnya tidak berdaya menghadapi tekanan penyuplai.
2.      Speknya yang “ngambang” memudahkan penyuplai mengirimkan barang atau jasa dengan harga yang lebih mahal. Karena itu, ketika terjadi persekongkolan dan penyuapan, spek sengaja dibuat tidak jelas.
3.      Spek dibuat dengan “pengertian” bahwa ia akan diubah. Spek sementara membuat pesaing lain sulit memenuhi persyaratan. Pemenang tender tahu bahwa spek diubah setelah ia ditunjuk sehingga ia lebih leluasa memenuhinya.
Berikut ini tanda-tanda (red flags) yang perlu dikenali auditor:
a.       Orang dalam memberikan informasi atau nasiha yang menguntungkan satu kontraktor.
b.      Pembeli menggunakan jasa konsultasi, masukan, atau spek yang dibuat oleh kontraktor yang dinggulkan. Hal ini juga sering dijumpai dalam pengadaan jasa-jasa konsultasi dimana konsultan yang diunggulkan akan membuat Terms of Reference dan detail lainnya dari dokumen tender.
c.       Pembeli memperbolehkan konsultan yang ikut dalam penentuan dan pengembangkan spek, menjadi subkontraktor atau konsultasi dalam proyek itu.
d.      Biaya dipecah-pecah dan disebar ke bermacam akun atau perincian sehinng lolos dari   pengamatan atau review.
e.       Pejabat sengaja membuat spek yang tidak konsisten dengan spek sebelumnya untuk pengadaan serupa. Alasannya bisa bermacam-macam, misalnya “kita terdesak waktu” atau “ini sellers market”.

B.                 Tahap Penawaran dan Negosiasi
Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persekongkolan antar apembeli dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pendamping” atau “pemantas” yang meramaikan proses penawaran. Di permukaan, proses tender kelihatannya sah karena peserta tender cukup banyak atau bahkan melimpah.
Beberapa skema fraud pada saat tahap penawaran dan negosiasi:
a.       Permainan yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran. Ada banyak bentuk dari permainan atau skema fraud ini, misalnya membuka dokumen penawaran lebih awal, menerima dokumen penawaran meskipun sudah melewati batas waktu, mengubah dokumen penawaran secara tidak sah (setelah berhasil “mengintip” dokumen saingan), mengatur harga penawran, memalsukan berita acara dan dokumen proses tender lainnya.
b.      Permainan yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses persaingan terbuka. Permainan ini dalam bahasa Inggris disebut bid-rigging schemes atau contract-rigging fraud. Ini dilakukan dengan persekongkolan di antar apembeli dan sebagian peserta tender. Beberapa contoh permainan di atas jug amasuk kategori ini.
c.       Tender arisan (bid rotation). Persekongkolan ini dilakukan untuk menentukan pemenang kontraktor sebelum dokumen penawaran dibuka.
d.      Menghalang-halangi penyamapain dokumen penawaran. Bentuk permainan ini pun beraneka ragam. Seorang atau beberapa peserta tender tiba-tiba (dengan atau tanpa alasan) mengundurkan diri. Peserta tender ditolak karena menggunakan “formulir” yang salah atau “lupa” merekatkan materai. Beberapa peserta mengatur persyaratan tambahan, seperti izin dari asosiasi pengusaha sejenis atau “putra daerah, dan lain-lain. Yang tidak jarang terjadi, pengusaha daftar “hitam” justru mengendalikan asosiasi pengusaha sejenis. Asosiasi semacam ini tidak lain dari penikmat rantai ekonomi.
e.       Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura (complementary bids) yang berisi harga yang relatif lebih tinggi atau persyaratan yang sudah pasti akan mengalahkannya. Penyampaian complementary bids memang dimaksudkan untuk “meramaikan bursa” agar tender tersebut kelihatan sahih.
f.        Memasukkan dokumen penawaran “hantu” (phantom bids). Perusahaan menciptakan banyak perusahaan lain yang bohong-bohongan. Perusahaan-perusahaan bodong ini bergentayangan dalam arena tender. Yang terjadi adalah mereka terkait kepada seorang pemilik yang sama. Tanda-tanda yang cepat dikenali adalah: alamat dan nomor telepon sama, akta notaris (akta pendirian) dibuat pada hari yang sama di notaris yang sama dengan nomor urut yang terautr. Pada hari pembukaan dokumen penawaran, ke-10 perusahaan bodong ini diwajili satu orang; ia juga menandatangani berita acara dan atas nama ke-10 perusahaan bodong.
g.       Permainan harga. Kontraktor sengaja memainkan harga. Sesudah terpilih dalam proses negosiasi, ia “menafsirkan kembali” data harganya. Ini berakhir dengan harga yang leibh mahal dari kontraktor yang dikalahkannya. Bentuk lain adalah penggantian subkontraktor atau konsultan yang lebih rendah mutu atau kualifikasinya, atau tidak mengungkapkan nilai dari barang-barang proyek (laptop, mesin fotokopi, dan lain-lain) sesudah proyek berakhir.

C.                 Tahap Pelaksanaan dan Penyelesaian Administratif
Tahap ini meliputi kegiatan-kegiatan berikut.
a.       Perubahan dalam order pembelian
b.      Review yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan dan untuk bagian mana kontraktor berhak menerima pembayaran.
Ada dua rancangan fraud atau bentuk permainan dalam tahap ini, yaitu substitusi atau penggantian produk dan “kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan.
Untuk menaikkan keuntungan, kontraktor mengganti barang atau produk atau bahan baku/pembungkus yang dipasoknya. Substitusi produk ini bermacam-macam bentuknya:
1.      Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah
2.      Pengiriman bahan yang belum diuji
3.      Pemalsuan hasil pengujian
4.      Pengiriman barang palsu
5.      Pemalsuan sertifikasi, misalnya sertifikasi mengenai keaslian barang, mutu atau persyaratan lain
6.      Pembuatan sample yang khusus untuk pengujian dan memang lulus pengujian tetapi sebagian besar produk yang dikirimkan tidak sebaik sampel ini.
7.      Pemindahan tags yang bertanda “sudah diperiksa” dari barang yang sudah diperiksa ke barang-barang yang belum diperiksa.
8.      Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya (rupanya) sama.
Untuk mendeteksi permainan di atas, auditor harus melakukan:
1.      Pengecekan secara rutin dan kunjungan mendadak
2.      Me-review laporan inspeksi atau laporan laboratorium pengujian secara cermat
3.      Uji produk di laboratorium independen
4.      Review dokumen dan bandingkan dengan produk atau jasa yang diterima untuk memastikan adanya kepatuhan
5.      Penilaian atas barang dan jasa yang diserahkan untuk memastikan bahwa ketentuan yang disepakati telah dipenuhi, termasuk didalamnya pengendalian mutu.
Bentuk permainan kedua, kekeliruan dalam pembebanan bisa berupa kekeliruan perhitungan (misalnya ada biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek), kekeliruan dalam pembebanan biaya material atau tenaga kerja. Contoh yang paling sederhana adalah dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan yang pembebanannya meliputi jumlah waktu (man-hours, man-days, man-month, dan seterusnya) dikalikan tarif per satuan waktu. Yang bisa dimainkan adalah jumlahw aktunya, tarif yang seharusnya dan hasil perkalian.



Diagram
Uraian mengenai skema fraud diatas disarikan dalam Diagram dibawah ini. Dari diagram ini, terlihat pembayaran uang suap dilakukan sesudah kontraktor menerima pembayaran kontrak. Ini dikenal sebagai kickback
Komputer sebagai alat Bantu
Teknologi komputasi membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam pengadaan barang. Program komputer dapat khusus dibuat (atau sudah tersedia, seperti ACL) untuk mengidentifikasi:
1.      Penyuplai dengan alamat P.O. BOX.
2.      Penyuplai dengan alamat yang sama dengan alamat pegawai
3.      Kontrak yang gagal dalam proses tender, tetapi sekarang menjadi subkontraktor
4.      Pembayaran-pembayaran kepada penyuplai tertentu selama suatu jangka waktu (untuk mendeteksi kemungkinan pembayaran yang berulang-ulang atau pembayaran ganda).
5.      Pembayaran kepada penyuplai yang tidak melalui sistem yang ada.
6.      Pegawai atau konsultan yang dalam hari yang sama menangani beberapa proyek atau proyek yang bukan untuk pembeli.
Komputer hanyalah alat bantu. Beberapa penyelewengan di bidang pengadaan yang dibiayai Bank Dunia terungkap dengan bantuan spread sheet yang sederhana.