Hetalia: Axis Powers - Liechtenstein

Friday 10 August 2012

Makalah Akhlak

                                PEMBAHASAN

2.1                     Pengertian Akhlak

Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang
berarti: (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata dasar khuluqun ), (b) kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun ). Adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Maskwaih dalam bukunya Tahdzib al-Akhlaq, beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulum al-Din menyatakn bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan atau sikap dapat dikategorikan akhlak apabila memenuhi criteria sebagai berikut :
Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalm jiwa seseorang sehingga telah menjadikepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, mabuk, atau gila. Ketiga,perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Keempat, perbuatan akhlah adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main, berpura-pura atau karena bersandiwara.
            Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pembahasan, tujuan, rujukan, aliran, dan para tokoh yang mengembangkannya. Kesemua aspek yang terkandung dalam akhlak kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.

2.2                      Ruang Lingkup Ajaran Akhlak

Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam
itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak dalam ajaran
Islam mencangkup dalam berbagai aspek, dimulai akhlak terhadap Allah, hingga pada
semua makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa).

  1. Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki cirri-ciri perbuaran akhlaki sebagaimana telah dijelaskan diatas.

            Abuddin Nata menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat belas alas an manusia perlu berakhlak kepada Allah, yaitu: Pertama, karena Allah telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. Dalam surat Al-Mu’min: 12-14 allah mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh ( rahim ). Setelah itu menjadi segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian, sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakan-Nya.





            Kedua, karena Allah telah memberikan perlengkapan pancaindera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disampingi anggota badan yang kokoh dan sempurna. Perlengkapan itu diberikan kepada manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, penglihatan dan pendengaran adalah saran observasi, yang dengan bantuan akal mampu untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris,
hanya dengan proses generalisasi empiris ini akan mengarahkan manusia bersyukur kepada pencipta-Nya. Bersyukur berarti mampu memanfaatkan perleengkapan pancaindera tersebut menurut ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT.
            Ketiga,karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukam bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya.
            Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.
            Meski Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada manusia sebagaiman disebutkan di atas, bukanlah menjadi alasan Allah perlu dihormati, bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya. Akan tetapi sebagai makhluk ciptaan-Nya, sudah sewajarnya manusia menunjukkan sikap akhlak yang pantas kepada Allah.
            Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah yang sesungguhnya akan membentuk pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar adalah :
  1. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. Jadi tidak cukup hanya “percaya” kepada adanya Tuhan, melainkan harus meningkat menjadi sikap mempercayai Tuhan dan menaruh kepercayaan kepada-Nya.
  2. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantia hadir atau bersama manusia dimanapun manusia berada. Bertalian dengan ini, dank arena menginsafi bahwa Allah selalu mengawasi manusia, maka manusia harus berbuat, berlaku dan bertindak menjalankan sesuatu dengan sebaik mungkin dan penuh rasa tanggung jawab, tidak setengah-setengah dan tidak dengan sikap sekadarnya saja.
  3. Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi manusia. Kemudian manusia berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah, dengan menjauhi atau menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridhai-Nya. Takwa inilah yang mendasari budi pekerti luhur(al-akhlakul karimah).


  1. Ikhlas, yaitu  sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhaan Allah dan bebas dari pamrih lahit batin, tertutup maupun terbuka. Dengan sikap ikhlas, manusia akan mampu mencapai tingkat tertinggi nilai karya batinnya dan  nilai karya lahirnya, baik pribadi maupun social.
  2. Tawakal, yaitu sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapn kepada-nya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong manusia dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik. Krena manusia memepercayai atau menaruh kepercayaan kepada Allah, maka tawakkal adalah suatu kemestian.
  3. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia. Bersyukur sebernay sikap optimis dalam hidup, senantiasa mengharap kepada Allah. Karena manfaat yang besar akan kembali kepada yang bersangkutan.
  4. Sabar, yaitu sik tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akn kembali kepada-Nya. Jadi, sabar adalah sikap batin yang tumbuh kerena kesadaraan akan asal dan tujuan hidup, yaitu Allah SWT.






Sementara itu Quraish Shihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tida tuhan kecuali Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya. Berkenaan akhlak terhadap Allah dilakukan dengan banyak memuji-Nya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan dengan senantiasa bertawakkal kepada-Nya, yakni menjadikan Tuhan satu-satunya menguasai diri manusia.

  1. Akhlak terhadap manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Alquran berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa ada alasan yang benar, melainkan juga menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah.
            Disisi lain Alquran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah yang baik. Setiap ucapan yang diucapkan adalah ucapan yang benar, jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan,atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya disertai kesadaran dengan kesadaran bahwa yang dimaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Selain itu pula dianjurkan agar menjadi orang yang pandai mengendalikan nafsu amarah.
            Untuk pegangan operasional dalam menjalankan pendidikan keagamaan, kiranya nilai-nilai akhlak terhadap sesame manusia ( nilai-nilai kemanusiaan ) berikut ini patut sekali untuk dipertimbangkan, antara lain :
1.      Silaturahmi, yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesame manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga. Sifat utama Tuhan adalah kasih ( rahm, rahmah ) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang diwajibkan sendiri atas Diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya agar Allah cinta kepadanya. “Kasihlah kepada orang dibumi, maka Dia ( Tuhan ) yang ada dilangit akan kasih kepadamu”.
2.      Persaudaraan ( ukhuwah ), yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesame kaum beriman ( biasa disebut ukhuwah Islamiyah ). Intinya adalah agar manusia tidak mudah merendahkan golongan lain, tidak merasa lebih baik atau lebih rendah dari golongan lain, tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain dan suka mengumpat ( membicarakan keburukan orang lain).
3.       Persamaan(Al-musawah), yaitu pandangan bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya. Tanpa memandang jenis kelamin, ras ataupun suku bangsa. Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan ketakwaanya yang penilaian dan kadarnya hanya Tuhan yang tahu. Prinsip ini dipaparkan dalam kitab suci sebagai kelanjutan prinsip persaudaraan  dikalangan kaum beriman. Jadi persaudaraan berdasarkan iman(ukhuwah islamiah) diteruskan dengan persaudaraan berdasarkan kemausiaan ( ukhuwah insaniah ).
4.      Adil, yaitu wawasan yang seimbang ( balance ) dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang. Jadi, tidak secara apriori menunjukkan sikap positif atau negative. Sikap kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkan dari segi secara jujur dan seimbang, penuh iktikad baik dan bebas dari prasangka. Sikap ini juga disebut sikap tengah (washt), dan Alquran menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah untuk menjadi golongan  tengah (ummatun hasanah) agar dapat menjadi saksi sekalian umat manusia sebagai kekuatn penengah.
5.      Baik sangaka (husnuzh-zhan),yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesame manusia. Berdasarkan ajaran agama, pada hakikat aslinya bahwa manusia itu baik, karena diciptakan Allah dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia adalah makhluk yang memiliki kecendrungan kepada kebenaran dan kebaikan ( hanif )
6.      Rendah hati (tawadhu’), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemulian hanya milik Allah. Maka tidak sepantasnya mengklaim kemuliaan kecuali dengan pikiran dan dan perbuatan yang baik, yang itupun hanya Allah yang akan menilainya. Sikap rendah hati selaku orang beriman adalah suatu kemestian, hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, manusia dibolehkan untuk besikap tinggi hati.
7.      Tepat janji ( al wafa’ ), salah satu sifat yang benar-benar beriman ialahsikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji merupakn unsur budi luhur  yang amat diperlukan dan terpuji.
8.      Lapang dada ( insyiraf ), yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain. Alquran menuturkan sikap insyiraf  ini merupakan akhlak Nabi SAW. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaan bermusyawarah secara demokratis erat sekali kaitannya dengan sikap insyiraf  ini.
9.      Dapat dipercaya ( al-amanah ). Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat yang amat tercela.
10.  Perwira ( ‘iffah atau ta‘affuf ), yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan orang lain.
11.  Hemat ( qawamiyah ),yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir(qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang ( qawan ) antara keduanya. Apalagi Alquran menggambarkan bahwa orang yang boros adalah temannya setan.
12.  Dermawan ( al-munfiqun, menjalankan infak ), yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesame manusi, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian dari harta benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebajikan sebelum mendermakan sebagian dari harta benda yang dicintainya.

Sama halnya dengan nilai-nilai ketuhanan yang membentuk ketakwaan,
maka nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia diatas tentu masih dapat ditambah dengan deretan nilai yang banyak sekali. Namun, kiranya apa yang disampaikan diatas dapat menjadi pijakan ke arah pemahaman.

  1. Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu yang ada
disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.
            Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk tujuan penciptnya.
            Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujun penciptanya.
            Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan, bahkan dengan kata lain, setiap pengrusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai pengrusakan pada diri manusia sendiri.
            Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT., dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Berikut beberapa contoh akhlak terhadap lingkungan:
           
  1. Akhlak Terhadap Air
    • Tidak boros dalam menggunakan air
    • Menjaga air jangan sampai terkena polusi
    • Berdo’a tatkala menggunakan air




  1. Akhlak Terhadap Binatang
    • Memberi makan dan minum
    • Tidak mempermainkan binatang
    • Menyembelih dengan baik
    • Jangan membebaninya terllu berat
    • Tidak menyiksa dengan cara apapun
    • Binatang yang boleh dibunuh adalah
Rasulullah SAW bersabda,”Lima jenis binatang termasuk fawasiq, boleh membunuhnya ditanah halal dan tanah haram ( Makkah ) yaitu, ular, elang, tikus, srigala, dan burung garuda.” HR.Muslim)
·         Dilarang memberikan tanda dengan besi panas pada bagian tubuh binatang
·         Membayar zakat


  1. Akhlak Terhadap Tumbuh-Tumbuhan
·         Menjaga kebersihan alam
·         Jangan menebang pohon
·         Jangan kencing dibawah pohon
·         Memelihara pohon tanaman
·         Menanam pohon yang memberikan manfaat
·         Membayar zakat hasil tanaman


Dari uraian di atas memperlihatkan bahwa akhlak Islam sangat komprehensif, menyeluruh dan mencangkup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional, karena seluruh makhluk tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan akan berdampak negative bagi makhluk lainnya.


















                                                PENUTUP


3.1 Kesimpulan

          Akhlak terhadap Allah dilakukan dengan banyak memuji-Nya. Selanjutnya sikap tersebut diteruskan dengan senantiasa bertawakkal kepada-Nya, yakni menjadikan Tuhan satu-satunya menguasai diri manusia. Sesama makhluk Allah yang lain, manusia sewajarnya bersikap baik tidak boleh menyakiti dan juga merusaknya.

3.2 Saran
         
          Jagalah akhlak kamu terhadap Allah karena dialah Sang Pencipta dan kepada-Nya kita kembali. Namun akhlak terhap manusia yang lain juga harus dijaga dengan saling menghargai. Kemudian kami menyarankan kepada seluruhnya janganlah kita merusak lingkungan yang telah Allah ciptakan untuk membantu kehidupan kita dimuka bumi ini.

No comments:

Post a Comment