Back to al-Qur’an
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran
ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Al-Qur’an adalah petunjuk dan jalan hidup
Sebuah alat elektronik biasanya dilengkapi dengan buku
petunjuk operasional. Kita semua tentu tahu dan sepakat bahwa jika
penggunaan alat tersebut tidak sesuai dengan yang tertera dalam buku petunjuk,
tentu akan berdampak negatif terhadap alat tersebut yang pada akhirnya hanya
akan membuatnya rusak dan tidak bisa digunakan. Iya, karena kita yakin buku itu
dibuat oleh si pembuat alat tersebut yang tentu lebih tahu cara mengoperasikan
dan menjaga agar alat tersebut tidak rusak.
Begitulah
al-Qur’an dan sunnah, dua warisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
petunjuk segala lini dan sendi kehidupan manusia dalam upaya meraih kebahagiaan
hakiki dunia akhirat. Secara khusus al-Qur’an berisi firman-firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan yang menciptakan kita, dunia dan seisinya, yang
lebih tahu apa yang terbaik buat kita, Yang lebih tahu apa yang dapat merusak
kehidupan kita.
Maka jika kita percaya pada apa yang dijelaskan si
pembuat buku, terus kenapa kita tidak percaya kepada yang menciptakan kita?
Seorang penulis
pernah menyatakan bahwa sebagian kaum muslimin sekarang ini seakan menderita penyakit
“rabun dekat”. Menurutnya, segala petunjuk dalam menjalani kehidupan menuju
kebahagiaan hakiki telah ada di depan mata mereka, namun mereka tak peduli dan
lebih memilih petunjuk yang lain. Kaum muslimin katanya melihat al-Qur’an
sebagai petunjuk ketika mereka berada di masjid, namun ketika mereka berada di
pasar-pasar, bank-bank, kantor-kantor maka petunjuk itu hilang tak berbekas
berganti dengan aturan-aturan buatan manusia yang tentu saja sangat jauh dari
kesempurnaan. Aturan yang hanya me-manage masalah secara kasuistik, parsial,
temporer, jauh dari semangat dan nilai ukhrawi serta sederet kekurangan
lainnya.
Jika mereka berpedoman pada al-Qur’an tentunya mereka
telah meninggalkan transaksi riba. Jika betul mengaku sebagai hamba Allah,
mengapa perintah menggunakan jilbab dalam al-Qur’an masih banyak dilalaikan
oleh para muslimah? Jika betul mereka adalah hamba yang berserah diri kepada
Allah, kenapa mereka lebih rela kepada hukum buatan manusia daripada hokum
Allah? Singkatnya masih banyak amalan-amalan kita yang perlu untuk ditimbang
dengan al-Qur’an.
Perkara untuk berpedoman pada petunjuk Allah melalui
kitab-Nya, bukan sekedar pilihan atau seenaknya saja. Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu’min dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)
Tegasnya, menjadikan kitab Allah Subhanahu wa Ta`ala
sebagai sumber petunjuk satu-satunya dalam kehidupan, dan mengembalikan segala
masalah hanya kepada-Nya, merupakan suatu keharusan oleh setiap diri kita.
Umat meninggalkan al-Qur’an, akibatnya?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Berkatalah Rasul:”Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku
telah menjadikan al-Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan”. (QS. al-Furqan:
30)
Ada beberapa bentuk meninggalkan al-Quran. Setiap
bentuk memiliki perbedaan kadarnya dengan yang lainnya, sebagaimana telah
disebutkan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah. Adapun bentuk-bentuk meninggalkan
al-Quran sebagai berikut. Pertama, tidak mau mendengarkannya,
mengimaninya, dan memerhatikannya. Hal itu telah menyelisihi perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan, apabila dibacakan Al-Quran, dengarkanlah
baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS.
al-A’raaf: 204).
Kedua, tidak
mengamalkannya dengan tidak memerhatikan apa yang telah dihalalkan dan
diharamkannya walaupun ia membacanya dan mengimaninya. Padahal, dalam ayat yang
disebutkan di atas, al-Quran adalah petunjuk ke jalan yang lurus. Berarti, jika
tidak melaksanakan al-Quran, kesesatan menjadi sebuah kepastian.
Ketiga, tidak mau
berhukum dengan al-Quran, baik dalam masalah akidah maupun yang lainnya.
Kemudian, menganggap bahwa al-Quran tidak memberikan keyakinan dan
lafaz-lafaznya tidak menghasilkan keilmuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
“Dan, Kami turunkan kepadamu Alkitab (al-Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.” (QS an-Nahl : 89).
Keempat, tidak
merenungkannya, memahaminya, dan tidak berusaha untuk mengetahui keinginan Sang
Pembicara di dalam al-Quran, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah,
“Maka, apakah mereka tidak memerhatikan Al-Quran?
Kalau kiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. an-Nisa: 82).
Para musuh Islam berusaha keras untuk menjauhkan kaum
muslimin secara personal maupun kelompok dari sumber utama kekuatannya yaitu
al-Quran. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh al-Quran sendiri mengenai
target rahasia mereka dalam memerangi kaum muslimin dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang kafir berkata:”Janganlah kamu
mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk
terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (QS. Fushshilat: 26)
Kesibukan kita terhadap al-Qur’an kini diganti dengan
sinetron-sinetron dan acara televisi lainnya, musik dan konser-konsernya, dan
segala bentuk yang melalaikan kita dari al-Qur’an yang sebenarnya dibalik itu
adalah peran dari kuffar dan munafik untuk mengalihkan kita dari Islam, dari
petunjuk Allah, al-Qur’an.
Jauhnya umat terhadap al-Quran merupakan suatu masalah
besar yang sangat fundamental dalam tubuh kaum muslimin. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengangkat beberapa kaum dengan
Kitab (al-Quran) ini dan menghinakan yang lain dengannya pula.” (HR. Muslim)
Heru Sriwidodo penulis buku “Inspiring Qur’an”
menyatakan, tidak sedikit kaum muslimin yang memperlakukan al-Qur’an lebih
rendah dari buku pelajaran sekolah padahal kitab suci itu merupakan pedoman
yang menginspirasi Muslim mencapai sukses hidup di dunia dan akhirat. Bahkan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil mengubah masyarakatnya
dengan al-Qur’an. “(Umat) Islam ‘mundur’ karena meninggalkan Al Qur’an,”
katanya.
Menurut Heru, keberhasilan umat Islam di masa lampau
membentuk dan menguasai peradaban dunia selama 700 tahun sebelum bangsa-bangsa
Barat maju adalah karena mereka berpegang teguh pada al-Qur’an. Namun umat
Islam kemudian mengalami kemunduran setelah mereka meninggalkan al-Qur’an.
Ringkasnya, ketika umat Islam telah jauh dari
Kitabullah, maka musibah dan malapetaka serta segala jenis penyakit hati akan
datang silih berganti, sebagaimana yang saat ini kita lihat sendiri secara
kasat mata.
Kita patut mencontoh masyarakat di Gaza, dalam kondisi
yang serba kekurangan dan keamanan yang tidak terjamin mereka mendidik anak
mereka sejak kecil untuk dekat dengan al-Qur’an. Mereka berlomba untuk
memasukkan anak mereka dalam kamp-kamp penghapal al-Qur’an, maka tak heran
ribuan penghapal al-Qur’an mereka cetak dalam waktu beberapa bulan. Mereka
sadar betul bahwa kemenangan atas kaum kafir tidak akan mereka raih
kecuali dengan teguhnya mereka dan generasi penerus mereka dengan al-Qur’an.
Ini bisa dilihat dari penggalan surat yang dikirimkan
oleh seorang muslimah Gaza kepada para muslimah di Indonesia yang dititipkan
pada relawan dari Wahdah Islamiyah dan KOMAT Palestina yang menyampaikan
bantuan di sana:
“…kami mendorong mereka untuk selalu mentarbiyah
anak-anak mereka dengan tarbiyah Islamiyah dan komitmen dengan Syariat Allah;
karena dalam itu semua terdapat pembinaan terhadap ruh dan jiwa, serta
keteladanan terhadap akhlak Rasul kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya yang mulia. Perhatikanlah sahabat mulia, ‘Abdullah bin
‘Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika mengatakan:
“Janganlah seorang dari kalian meminta dari dirinya
selain al-Qur’an. Sebab jika ia mencintai al-Qur’an dan mengaguminya, niscaya
ia akan mencintai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun
jika membenci al-Qur’an, maka ia akan membenci Allah Ta’ala dan Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Karena itu, siapakah di antara kita yang dapat
menerima dirinya atau anak-anaknya menjadi orang yang benci kepada Allah dan
Rasul-Nya yang kelak akan memberi syafaat kepada kita di hari kiamat?
Itulah sebabnya, Kami membisikkan ke telinga
saudara-saudara kami tercinta, kaum muslimin di manapun berada: “Kalian
harus terus mempelajari dan menghafalkan al-Qur’an, serta berpegang teguh
dengan ajaran-ajaran Islam. Sebab sesungguhnya siapapun yang menginginkan
kemuliaan dengan Islam, niscaya Allah akan memuliakannya. Namun siapa yang
mencari kemuliaan dengan selain Islam, niscaya Allah akan menghinakannya.”
Menjadi pertanyaan sekarang, apakah ada terbetik dalam
hati kita untuk menjadi penghapal al-Qur’an? Atau minimal keinginan kita untuk
mempunyai anak yang hafidz (hapal) al-Qur’an yang kelak akan menjadi syafaat
–insya Allah- di akhirat kelak. Tidakkah kita rindu jika kelak di akhirat kita
memakai mahkota kehormatan disebabkan anak kita yang hafal al-Qur’an? Mestinya
kita berbangga ketika anak-anak kita bisa menghapal al-Qur’an ketimbang mereka
meraih gelar keduniaan yang belum tentu bermanfaat di dunia apalagi di akhirat.
Kita berdoa kepada Allah, semoga Dia mengerakkan hati
dan memudahkan langkah kita dan umat Islam lainnya untuk kembali kepada
Kitabullah dan Sunnah Nabinya, sehingga menjadi umat yang terbaik sebagaimana
firman-Nya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)
Kami mengajak saudara sekalian untuk kembali pada
al-Qur’an, membacanya, mentadabburinya, mengamalkan dan kalau bisa
mengajarkannya, dimulai dari diri kita untuk kemudian mengajak kepada keluarga,
teman dan umat muslim sekitar kita. Wallahu a’lam.
TERNYATA TIDAK MEMBUAT CERDAS!
Baru-baru ini saya dikagetkan oleh sebuah fakta baru penelitian bahwa ternyata
musik klasik tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kemampuan kognitif seorang
anak. Itu artinya, mendengarkan musik klasik tidak mencerdaskan anak
sebagaimana yang selama ini kita tahu. Selama lebih dari 15 tahun, kita
terkecoh oleh publisitas yang banyak membesar-besarkan tentang musik klasik
yang dapat memacu kecerdasan seorang anak. Dulu, sebelum saya mengenal banyak
keajaiban Al-Qur’an, saya cenderung memegang pendapat bahwa musik klasik dapat
merangsang perkembangan otak janin dan mencerdaskan anak. Tapi, beberapa tahun
kemudian, saya mulai berpikir, jika mozart yang ciptaan manusia saja bisa
mencerdaskan anak, maka tentu Al-Qur’an yang merupakan mukjizat yang telah
Allah berikan kepada kita ini lebih dapat mencerdaskan anak.
Dan ternyata
itu benar.
Beberapa orang peneliti dari University of Vienna, Austria yakni Jakob
Pietschnig, Martin Voracek dan Anton K. Formann dalam riset mereka yang
diberi judul “Mozart Effect” mengemukakan kesalahan besar dari
hasil penelitian musik yang melegenda ini.
Pietschnig dan
kawan-kawannya mengumpulkan semua pendapat dan temuan para ahli terkait dampak
musik Mozart terhadap tingkat intelegensi seseorang kemudian mereka membuat
riset terhadap 3000 partisipator. Hasilnya ternyata sangat mengejutkan!
Berdasarkan penelitian terhadap ribuan partisipator itu, Pietschnig dan rekan-rekannya
menyimpulkan bahwa tidak ada stimulus atau sesuatu yang mendorong peningkatan
kemampuan spasial seseorang setelah mendengarkan musik Mozart.
Senada dengan Jacob Pietschnig dan kawan-kawannya, sebuah tim peneliti
Jerman yang terdiri atas ilmuwan, psikolog, filsuf, pendidik, dan ahli musik
mengumpulkan berbagai literatur dan fakta mengenai efek mozart ini. Mereka
mengemukakan bahwa sangat tidak mungkin mozart dapat membuat seorang anak
menjadi jenius.
Penelitian terbaru ini membantah habis-habisan hasil riset psikolog Frances
Rauscher dan rekan-rekannya di University of California pada tahun
1993 yang mengemukakan bahwa musik Mozart ternyata dapat meningkatkan kemampuan
mengerjakan soal-soal mengenai spasial.
Wow…padahal,
selama ini kita sudah terlanjur percaya pada legenda musik klasik ini, ya?
Back to
Al-Qur’an
Berbeda dengan
Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah mukjizat yang telah Allah jamin kemurniannya hingga
hari kiamat kelak. Ada banyak kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam Al-Qur’an.
Salah satunya adalah Al-Qur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan
meningkatkan intelegensinya.
Setiap suara
atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang gelombang tertentu. Nah,
ternyata, bacaan Al-Qur’an yang dibaca dengan tartil yang bagus dan sesuai dengan
tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang yang mampu mempengaruhi otak
secara positif dan mengembalikan keseimbangan dalam tubuh.
Bacaan
Al-Qur’an memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti; memberikan efek
menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan kekebalan tubuh,
meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan
suasana damai dan meredakan ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan,
mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa,
dsb.
Pada asalnya,
milyaran sel saraf dalam otak manusia bergetar secara konstan. Sel ini
berisi program yang rumit dimana milyar sel-sel di sekitar berinteraksi dalam
sebuah koordinasi yang luar biasa yang menunjukkan kebesaran Allah.
Sebelum bayi
lahir, sel-sel otaknya mulai bergetar berirama secara seimbang. Tapi setelah
kelahirannya, tindakan masing-masing akan mempengaruhi sel-sel otak dan cara
mereka bergetar. Jadi jika beberapa sel otak tidak siap untuk mentoleransi
frekuensi tinggi, ini dapat menyebabkan gangguan dalam sistem getar otak yang
pada gilirannya menyebabkan banyak penyakit fisik dan psikologis.
Seorang
peneliti bernama Enrick William Duve menemukan bahwa otak bereaksi terhadap
gelombang suara tertentu. Dan gelombang tersebut dapat berpengaruh secara
positif dan negatif. Ketika beredar informasi bahwa musik klasik berpengaruh
terhadap perkembangan otak manusia, banyak kalangan menggunakan musik klasik
sebagai obat terapi.
Tapi, Al-Qur’an
tetaplah obat yang terbaik. Terapi dengan Al-Qur’an terbukti mampu meningkatkan
kecerdasan seorang anak, menyembuhkan berbagai penyakit, dsb. Ini dikarenakan
frekuensi gelombang bacaan Al-Qur’an memiliki kemampuan untuk memprogram ulang
sel-sel otak, meningkatkan kemampuan, serta menyeimbangkannya.
Satu lagi,
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, yakni bahasa yang memiliki nilai
sastra yang tinggi, dan bahasa nomor satu yang paling sulit untuk dipelajari.
Kita tahu, bahwa tidak ada satupun dari kita yang mampu menandingi keindahan
bahasa Al-Qur’an. Namun, tahukah Anda, bahwa ternyata jika kita mampu berbahasa
Arab dapat memudahkan kita untuk menguasai bahasa asing lainnya?
Anak-anak yang
terbiasa membaca Al-Qur’an disertai dengan memahami maknanya, ternyata memiliki
kemampuan berbahasa yang lebih baik daripada anak-anak lain. Bahkan meski
bahasa tersebut masih asing, ia tidak membutuhkan waktu yang lama untuk
kemudian menguasainya, insya Allah.
Adik saya yang
kedua, Alhamdulillah, adalah seorang hafidz (penghafal Al-Qur’an). Ia
berhasil menyempurnakan hafalan 30 juz hanya dalam waktu 1,5 tahun saja. Dulu,
sebelum ia menghafal Al-Qur’an, kemampuannya biasa-biasa saja. Pintar, tapi
bukan juara kelas. Tapi, setelah ia mulai menghafalkan Al-Qur’an, kecepatan
belajar, kecepatan menghafal, serta kemampuannya menganalisis segala sesuatunya
berubah drastis. Sangat pesat, subhanallah. Ia mengalahkan teman-teman
yang dulunya berada di atasnya. Bahkan, saat ia harus mengikuti lomba tafsir
Al-Qur’an dengan bahasa Inggris tingkat propinsi DIY pun, ia berhasil menyabet
juara kedua. Padahal, sebelumnya, kemampuan bahasa Inggrisnya pas-pasan. Tapi,
kemampuannya menyerap berbagai informasi memudahkannya dalam berbagai hal.
Janin usia 7
bulan sudah dapat merespon suara-suara di sekitar ibunya. Nah, untuk itulah,
penting bagi ibu hamil untuk banyak-banyak memperdengarkan Al-Qur’an kepada
janinnya. Kita tidak mengharapkan mereka mengerti dan memahami apa yang kita
baca. Namun, membiasakannya mendengarkan Al-Qur’an sejak dalam kandungan,
membantunya untuk tumbuh dengan intelegensi tinggi, kemampuan berbahasa yang
baik, dan kepribadian yang baik pula